Setelah dipindahkan ke ruang bersalin, rasa
sakit sangat terasa dan g karuan. Namun menjelang jam 11 pembukaan belum
berubah, dan berkali-kali saya memohon ke ibu supaya ditanyakan ke perawat yang
berjaga. Dan berkali-kali juga
jawabannya hanya sama, harus menunggu. Ibu mertua saya datang dan ikut memegang
tangan saya, mendoakan, dan menguatkan. Berarti sudah sejaka sore sebelumnya
saya tidak makan,sungguh tidak terpikirkan sama sekali untuk makan, minum pun
tidak. Keringat sudah mengucur sejak semalam, air mata sudah tidak bisa keluar,
hanya rintihan dan bacaan-bacaan istighfar yang bisa keluar. Sesekali saya
turus dari bed dan berjalan menuju toilet untuk buang air kecil, dengan
berjalan saya berharap proses pembukaan terbantu, namun kenyataannya tidak
demikian. Ibu dan ibu mertua memaksa saya untuk makan, namun saya bersikeras
menolak, dan sedikit jengkel. Saya tau maksudnya baik, tapi rasa sakit ini
benar-benar menghilangkan seluruh keinginan duniawi saya termasuk makan atau
minum. Infus pun dipasang, karena kondisi saya sudah melemah. Jika kontraksi
datang saya hanya berusaha menegangkan kaki dan memeluk kuat ibu, berharap
kontraksi segera berakhir. Dan harus saya rasakan kurang dari 1 menit sekali.
Setelah berulang kali meminta untuk
dipanggilkan dokter, akhirnya saya diberi opsi untuk dilakukan induksi, yaitu
mempercepat mempercepat pembukaan. Namun efeknya kontraksi ini akan semakin
sering dan semakin sakit. Saya pun berpikir sementara, karena semua harus saya
putuskan sendiri. Akhirnya saya menerima, namun ibu menyurus saya makan barang
sedikit, untuk menjaga stamina supaya bisa berjuang sampai akhir nanti. Setelah
jumatan saya diminta menandatangani surat persetujuan tindakan induksi,
seharusnya suami yang bisa memutuskan ini. Saya harus siap dengan segala
resikonya. Obatpun mulai diinjeksi ke dalam infus, dan kontraksi hebat itu
mulai terjadi. Benar-benar tidak ada jeda antar kontraksi. Saya berulangkali
mengatakan tidak sanggup dan ingin menyerah, kesadaran mulai hilang, hanya
istighfar dan kata-kata ‘tolong ya Alloh’ saya katakan sambil memeluk ibu
dengan sangat kuat. Jam 4sore pembukaan baru masuk 4, dan saya makin syok tidak
mengerti dan benar-benar ingin menyerah. Kakak saya dan ponakan2 pun datang,
semua orang menangis melihat saya, karena kondisinya sudah tidak karuan, saya
sudah tidak berdaya dan merasa hampir tidak bisa bernafas. Semua menyemangati
saya, mengatakan sayang kalau mau operasi karena saya sudah berjuang sejauh
ini. Di jam itu saya merasa ingin ke toilet, saya paksakan untuk berjalan,
sungguh sakitnya tidak terbayangkan. Namun setelah buang air kecil barulah
tanda akan melahirkan itu muncul, lendir darah sudah mulai keluar dan banyak.
Rasa sakit pun mulai tidak bisa saya tahan, dan saya memohon ke dokter yg sudah
datang dari jam4 untuk menghentikan pemberian infus yg bercampur dengan obat
induksi untuk sementara, karena saya tidak bisa bernafas, dan sakitnya sudah
sangat mengerikan tidak bisa saya gambarkan. Beberapakali saya ingin melompat
dari bed karena tidak tahan dengan rasa sakitnya. Akhirnya saya diberikan obat
penahan nyeri dan infusnya diganti dengan yang tanpa obat induksi. Namun
obatnya tidak mempan sama sekali, saya tetap kesakitan setengah mati.
Berkali-kali perawat mengatakan untuk saya tidak bersuara supaya hemat tenaga,
tapi yah,..siapa yg bisa mengontrol kondisi seperti itu, omongan sudah
seolah-olah tidak terdengar.
Menjelang jam 5 pembukaan berada diposisi 5
menuju 6, saya merasa ada cairan yang keluar dari jalan lahir, dan itulah air
ketuban yang baru saja pecah. Menjelang maghrib pembukaan sdah masuk 8, dokter
pun solat maghrib dan bergantian dengan perawatnya. Jam 18.30 persalinan sudah
dimulai. Oksigen dan alat pengukur detak jantung bayi dipasang. Beberapa kali
saya mengejan namun belum berhasil mengeluarkan bayi. Dokter terus mengatakan
sebentar lagi, kepalanya sudah nampak, dll. Anehnya setelah pembukaan ke 10 dan
sepanjang proses persalinan saya tidak bersuara, seakan-akan terhenti di
kerongkongan. Ditengah-tengah persalinan dokter menggunting pinggir lubang
untuk keluar bayi, yang seperti itu tidak terasa sama sekali. Dokter memberi
batas waktu sampai jam 19.00 jika tidak ada perkembangan akan di vacum. Entah
seperti apa rasa sakitnya jika sampai divacum. Setelah mengejan beberapa kali,
terasa ada sesuatu yg besar dan licin melewati lubang kemaluan. Rasanya lega
sekali, karena itulah bayi yg ditunggu. Ternyata badan sibayi belum keluar,
setelah 2 kali menarik nafas akhirnya dia keluar dan dokter menaruh bayi
diperut saya sambil dimiringkan. Dalam beberapa detik suara tangisnya
menggelegar ke seluruh ruangan, jam 19.10...Alhamdulillah..sempurna dan yang
mengejutkan beratnya 3,8kg J masya Alloh besar sekali.
Bayi pun dipisahkan untuk dibersihkan,
sementara saya masih harus mengeluarkan ari-ari dan dijahit. Saat dijahit saya
sudah berulang kali hampir terlelap, capek yg luar biasa dan ngantuk. Namun
dibangunkan dan diminta tetap terjaga atau bisa tertidur selamanya. Rasa sakit
dijahit tidak ada artinya dibanding rasasakit sebelumnya, tapi sudah
benar-benar lega. Menjelang jam 8 semua sudah selesai hanya tinggal darah yang
terus menetes. SI bayi cantik itu pun diberikan ke saya untuk menyusu. Bidan
sudah memencet payudara saya sekuat tenaga agar air susunya keluar, dan
Alhamdulillah walaupun sedikit sekali namun bisa diminumkan ke aira, anakku,..
Begitulah nak, bagaimana mama bertemu Aira,
tidak bisa hanya dituliskan dalam lembaran ini bagaimana perjuangan kita untuk
bisa bertemu,.. Terima kasih juga untuk papa yang tidak berhenti solat, ngaji
dan berdoa untuk keselamatan mama dan Aira...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar